Belakangan ini saya mulai menganggap banyak orang yang gagal dalam berpikir, termasuk saya yang tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang jelas-jelas berstatus sebagai tersangka justru dibela oleh para pengikutnya, hingga ayahnya yang notabene seorang pemuka agama yang pastinya mempunyai nama baik dan tersohor dilingkungan tempat tinggalnya Minggu ini saya dibuat tidak habis pikir hingga gagal berpikir oleh berita pencabulan yang dilakukan disekolah yang notabene berbasis agama. Gilanya, yang melakukan pencabulan adalah anak seorang pemuka agama yang mungkin disegani diwilayah tersebut. Bahkan ada video yang beredar dimana pemuka agama tersebut meminta kepada polisi yang datang agar anaknya tidak ditangkap (lha ??). Keterkejutan saya tidak hanya sampai dititik itu. Beberapa hari kemudian diberitakan kalau kepolisian sampai harus mengepung pondok pesantren selama beberapa jam untuk melakukan penjemputan kepada tersangka, bahkan ada polisi yang sampai harus disiram air pan...
Hari telah larut, yang tersisa dr
kegelapan ini hanya suara jangkrik dan tikus yang mendecit. Suara nyamuk yang
sedang mencari makan pun tak jarang mengangguku. Aku menarik nafas panjang, merasa
malam hari ini lama sekai, seakan esok
pagi enggan datang dan bersembunyi dari hadapanku. Ingin rasanya ku
pejamkan mata ini dan langsung terlelap u/ menemui hari esok, tapi entahlah…
terlalu banyak hal yang kupikirkan yang membuatku tetap terjaga.
Kedatangan seorang sahabat lama
tadi pagi sesungguhnya bukan hal yang ku duga, bahkan mengharapkan nya pun aku
tak pernah. Ia datang menawarkan pekerjaan kepadaku di sebuah tambak udang yang
telah lama di kelolanya. Mendengar ceritanya, tambak udang yang di kelolanya
itu kini telah beromset sekitar 20 juta per bulan. Sejujurnya aku tak menyangka, 4 tahun lalu
kami memulai besama di kampung usaha tambak udang tsb. Kala itu, dengan modal
bersama kami membuka usaha tambak udang tersebut dari benar benar mentah, dari
mulai peranakan udang2nya sampai dengan memelihara & menjaga kesehatan
udang udang tsb. Namun sayang untung yang kami peroleh tidak seberapa, apalagi
harus di bagi 2, sehingga aku agak mulai putus asa dengan usaha tambak tersebut,
dan banjir besar yang melanda kampung kami seakan semakin mempertegas keraguanku dengan usaha
tersebut. Kami pun bisa di bilang bangkrut, sehingga aku pun memutuskan untuk
ke ibukota, sementara sahabatku memulai kembali dari nol usaha tersebut
Hingar bingar kehidupan di
ibukota serta tagline “cari kerja di Ibukota gampang” membuat ku ingin kesana. Dengan
tekad yang bulat, aku pun berangkat ke ibukota sendirian, ku tinggalkan istri
dan anakku u/ berangkat ke ibukota. Kala itu yang kupikirkan hanya aku bisa
mendapat pengasilan lebih jika aku ke ibukota. Satu hal yang kulupakan adalah
“Betapa Kerasnya Ibukota”. Selama beberapa bulan di ibukota, aku sadar, ibu kota adalah tempat yang
sangat keras, seperti hutan rimba, yang “kuat” lah yag akan menang. Pernah aku
kecopetan di ibukota, yang akhirnya memaksa ku untuk tidur di kolong jembatan
layang karena aku tak punya uang lagi kala itu. Ketika aku mulai bekerja
mencuci piring di sebuah kedai bakmi pinggir jalan, sudah 2 kali kami (aku dan
pemilik kedai bakmi) di gusur oleh mereka yang menamakan dirinya Satpol PP,
padahal setiap bulan kami membayar iuran sewa tempat kepada orang dengan seragam
yang sama dengan mereka. Buntut dari penggusuran yang ke dua adalah di
angkutnya gerobak bakmi yang menghidupi kami. Bulan berlalu, dan tahun pun
terus berjalan, ingin rasanya aku kembali ke kampung u/menemui istri dan
anakku. Namun apa daya, selain tak ada uang, aku pun merasa terlalu malu jika
harus kembali ke sana, aku tak tahu apa yang harus ku katakan kepada mereka, sehingga
aku memutuskan bertahan di ibukota sebagai pemulung dngan kolong jembatan
sebagai rumahku dan berharap nasibku akan berubah kelak.
Sampai suatu ketika, aku berjumpa
dengan seorang kawan dari kampung yang sama denganku di sebuah jalan di ibukota. Ia bekerja sebagai pedagang
asongan yang keliling di lampu merah dan terminal terminal. Ia mengatakan bahwa
anakku saat ini sedang sakit, dan istriku saat ini sudah mulai sakit2n bekerja
keras menghidupi anakku karena aku yang tak kunjung mengirimkan uang. Seketika
itu, aku langsung tersentak, aku ingin pulang menemui mereka, dan meminta maaf.
Aku pun terus berjalan tak tentu arah, memikirkan darimana aku bisa mendapatkan
uang untuk pulang. Sampai langkahku terhenti, melihat seorang ibu ibu berbadan
besar dengan kalung emas yang melingkar di lehernya. Pikiranku sempit, tanpa
pikir panjang aku pun langsung berlari & merampas kalung emas yang
melingkar di leher ibu ibu tersebut. Namun naas, suasana ibukota yang masih
cukup ramai dengan mudah membuatku di tangkap dan di pukuli warga sekitar. Aku
pun berakhir di penjara sampai hari ini. Dan besok……………. aku bebas. …….
Tak sabar rasanya menunggu besok,
membayangkan aku kembali ke kampung halaman ku serta memeluk istri dan anakku
yang tentunya sudah lebih besar sekarang. Jauh di dalam hatiku, sesungguhnya
aku menyesal telah ke ibukota. Andai saja aku bisa focus dengan usaha yang
kurintis dulu serta tak terbuai dengan kabar kabar manis tentang ibukota,
mungkin semuanya takkan seperti ini. Namun penyesalan bukanlah hal yang harus
di ratapi. Seorang temanku pernah berkata “Hidup itu tak boleh ada penyesalan”.
Tapi saat ini bagiku, jika tak ada penyesalan, maka tak ada pembelajaran.
Created By Hadi 26-12-12 @ 22:03 WIB
Komentar
Posting Komentar