Langsung ke konten utama

Berhenti Berfikir

  Belakangan ini saya mulai menganggap banyak orang yang gagal dalam berpikir, termasuk saya yang tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang jelas-jelas berstatus sebagai tersangka justru dibela oleh para pengikutnya, hingga ayahnya yang notabene seorang pemuka agama yang pastinya mempunyai nama baik dan tersohor dilingkungan tempat tinggalnya Minggu ini saya dibuat tidak habis pikir hingga gagal berpikir oleh berita pencabulan yang dilakukan disekolah yang notabene berbasis agama. Gilanya, yang melakukan pencabulan adalah anak seorang pemuka agama yang mungkin disegani diwilayah tersebut. Bahkan ada video yang beredar dimana pemuka agama tersebut meminta kepada polisi yang datang agar anaknya tidak ditangkap (lha ??). Keterkejutan saya tidak hanya sampai dititik itu. Beberapa hari kemudian diberitakan kalau kepolisian sampai harus mengepung pondok pesantren selama beberapa jam untuk melakukan penjemputan kepada tersangka, bahkan ada polisi yang sampai harus disiram air pan...

Liz



“Liz.. Kamu gak makan ??” ujar si bibi di depan pintu kamar Liz sambil beberapa kali mengetuk pintu tersebut. “Nanti aja bi.. “ ujar Liz dari dalam kamarnya. Di dalam kamar besarnya yang berukuran 5 X 4 meter tersebut, Liz terlihat sedang sibuk dengan komputernya. Saat ini yang ada di pikirannya hanya bagaimana cara tercepat untuk menghabiskan waktunya di siang hari ini agar ia bisa bertemu ayah dan ibunya malam nanti. Ya, hari ini kedua orang tua Liz akan pulang dari Singapore setelah 2 bulan lamanya di sana untuk suatu urusan bisnis.

Sesekali terlihat Liz tersenyum simpul sambil menatap layer komputernya. Kepalanya sedikit berkhayal untuk pertemuan malam nanti, banyak hal yang ingin di ceritakannya kepada kedua orang tuanya, mulai dari perjuangannya ketika Ujian Nasional kemarin, hingga perjuangannya mendaftar kuliah di kampus pilihannya. Hatinya bergolak senang sesaat ketika membayangkan hal tersebut, dan membayangkan bagaimana reaksi orang tuanya.

Ping…  handphone Liz berbunyi menandakan sebuah pesan yang masuk ke dalam handphone nya. Ia lalu membaca pesan tersebut..

‘Ntar malem jangan lupa ya, 21 nya kak Lina di dragon fly.. Buka “ begitu bunyi pesan tersebut. Liz hanya bisa mengeryitkan dahinya dan tak membalas pesan itu. 

“Kring… “ kali ini handphone Liz berbunyi, telihat sebuah panggilan masuk dari nomor yang sangat di kenalnya. Liz lalu memtikan televisi 40 inch  di kamarnya, yang sedari tadi menyala namun tak di tontonnya, lalu mengecilkan volume speaker konputernya.

“Halo.. “

“Ya.. Halo, Liz… “

“Papaaaaaa….  I miss you.. “ ujar Liz riang.

“Miss you too Liz.. “

“Papa terbang jam berapa .. ?? nanti bawa oleh oleh apa buat Liz.. ?? Mama mana ?? Mau bicara donk.. Kangenn.. “ ujar Liz yang langsung menembak ayahnya dengan berbagai pertanyaan, ya terlalu banyak hal yang ingin di bicarakannya pada kedua orang tuanya.

“Itu dia Liz..” ujar ayahnya dengan nada pelan..

“Kenapa ?? “

“Mama sama papa gak bisa pulang malam ini, kita berdua masih ada urusan yang belum kelar disini.. Maafin papa ya.. “ ujar ayahnya dengan nada getir dan merasa bersalah.

Liz hanya bisa menarik nafasnya panjang. Ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa rasa kecewa itu ada, toh ini adalah ke 3 kalinya ayah dan ibunya batal pulang dengan alasan yang sama.

“ Gpp kq pa.. Ini bukan yang pertama.. “ jawaban satir yang di sampaikan Liz dengan nada kecewa.

“Liz.. maafin papa sama mama ya. Beneran deh, Liz mau beli yang lain gak ?? Nanti pulang papa bawain….. “

“Enggak,gak usah pa.. Liz udah biasa kq. Udah ya pa, Liz ngantuk, mau istirahat dulu.. “ ujar Liz yang kemudian langsung mematikan telpon tersebut. Ia lalu membuka pesan dari temannya tadi dan membalasnya

“Oke… Ntar malem jemput gw ya.. “ tulis Liz singkat dan langsung mengirimkan pesan tersebut. Ya, ada baiknya malam ini ia pergi dengan teman teman barunya, di banding ia harus menunggu orang tua yang lebih mementingkan bisnis nya daripada anaknya. Orang tua yang selalu memenuhi semua keinginan nya namun tak pernah ada untuknya.

Komentar