Langsung ke konten utama

Berhenti Berfikir

  Belakangan ini saya mulai menganggap banyak orang yang gagal dalam berpikir, termasuk saya yang tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang jelas-jelas berstatus sebagai tersangka justru dibela oleh para pengikutnya, hingga ayahnya yang notabene seorang pemuka agama yang pastinya mempunyai nama baik dan tersohor dilingkungan tempat tinggalnya Minggu ini saya dibuat tidak habis pikir hingga gagal berpikir oleh berita pencabulan yang dilakukan disekolah yang notabene berbasis agama. Gilanya, yang melakukan pencabulan adalah anak seorang pemuka agama yang mungkin disegani diwilayah tersebut. Bahkan ada video yang beredar dimana pemuka agama tersebut meminta kepada polisi yang datang agar anaknya tidak ditangkap (lha ??). Keterkejutan saya tidak hanya sampai dititik itu. Beberapa hari kemudian diberitakan kalau kepolisian sampai harus mengepung pondok pesantren selama beberapa jam untuk melakukan penjemputan kepada tersangka, bahkan ada polisi yang sampai harus disiram air pan...

Gelap



https://henridaros.wordpress.com/2013/06/26/kunang-kunang-kusangka-api/


Berjalan di gunung, mendaki bukit dan menelusuri hutan sejujurnya bukanlah hobiku, kalau boleh jujur aku lebih memilih bermain air di pantai kotor yang airna coklat mirip air sungai, di banding harus berjalan di atas tanah merah yang lengket, dengan jalan yang menanjak.  Hanya saja ketika kau yang meminta, rasannya sulit untuk tak meluluskan.

“Temenin ya.. please.” Ujarmu kala itu sambil memperlihatkan deretan gigi kawatmu. Ekspresimu lucu, mirip seperti anak 5 tahun yang sedang meminta permen. Aku ingat, hari itu aku tak mengangguk, aku hanya mengangkat kedua alisku dan lalu menarik nafas sedalam yang kubisa, yang kemudian langsung kau sambut dengan teriakan ‘hore’ sambil berterimakasih dan tersenyum melihatku, -yang untungnya tak kau lanjutkan dengan meneriakkan namaku, mirip cheer leaders di kampus-

“Mencari cahaya.. “ begitu katamu ketika aku menanyakan alasan mengapa kau ingin pergi ke gunung. Sebuah alasan yang cukup untuk membuatku bertaya cahaya seperti apa yang dicari oleh seorang penggila gelap sepertimu

Hari mulai gelap, senyum mu mulai mengembang perlahan . Ya, gelap adalah satu hal yang kau nantikan sedari siang. Katamu, gelap memberikan ketenangan, rasa damai, keheningan  hingga kebenaran. Bagimu gelap adalah hal yang konsisten, jujur, dan tak ada kepalsuan karena yang terlihat hanya hitam, seolah kau meminta untuk menjadi buta dan gelap di saat kau bisa melihat, disaat orang buta menginginkan mata.

Saat malam makin gelap dan pekat, kau mulai bercerita banyak hal.. Hal hal yang sebetulnya sudah ku ketahui, namun aku memilih berlagak lupa dan tak tahu, mencoba menghargai setiap kata dan suara yang keluar dari mulutmu, dan  setiap jengkal nafasmu yang semakin malam semakin membuatmu bernafas dengan tersengal. Dan kau mulai memejamkan matamu, dengan air asin yang membasahi pipimu, seolah kau meminta suasana gelap total dimana tak ada orang yang bisa melihatmu.

Aku mengerti, dalam 1 bulan ini kau memang telah kehilangan dua hal penting dalam hidupmu, kekasihmu dan dober, kekasihmu yang lainnya yang berwujud sebagai anjing peliharaanmu. Dan batinku ini mencoba menyakinkan diriku sendiri bahwa air asin itu untuk dober, anjing kesayanganmu yang telah 6 tahun menemanimu, lebih lama dari seorang manusia yang kini berlabel mantan kekasihmu itu.

“Belum muncul ?? “

“Apa.. ? “ tanyaku penasaran

“Cahaya.. “

“Masih dini hari, belum pagi. “ ujarku pelan.

Entah cahaya apa maksudmu, hanya saja saat ini aku mulai mengerti arti gelap yang selalu kau katakan sebagai ketenangan, keheningan, hingga kejujuran. Ketika kau menangis barusan, aku berharap saat itu aku berada dalam gelap, sehingga aku bisa tetap tenang dan tak perlu melihatmu menangis, sehingga aku bisa menanggapimu dengan jujur tanpa perlu merangkainya terlebih dahulu di kepalaku. Merasakan tangismu dalam gelapku, sama seperti oksigen yang bisa di rasakan tanpa perlu dilihat wujudnya seperti apa.

“Cahaya.. “ ujarmu sambil menunjuk ke arah atas. Mataku mengikuti gerakan tanganmu, melihat sebuah objek bercahaya yang kau tunjuk

“Kunang kunang ??”

“Iya, itu cahaya.. “ ujarmu dengan senyum yang mulai mengembang, melihat beberapa titik cahaya yang menyala terang di tengah suasana yang gelap.

Aku melihatnya sebentar, ya hanya sebentar sebelum aku kemudian memejamkan mataku, mencoba menikmati gelap yang selalu kamu agungkan dan saat ini sedang coba kubuat, untuk mencari keheningan dan kejujuran.

“Cahaya dan gelap itu unik.. “ ujarku spotan, kejujuran pertama yang kukeluarkan dalam gelap yang sedang kubuat. Yang kemudian kau jawab hanya dengan bergumam.

“Iya, mereka hal yang berlawanan namun saling melengkapi, takkan ada cahaya jika tak ada gelap, cahaya hanya akan menjadi sinar biasa tanpa gelap. Dan gelap… “ kalimatku tergantung, menyadari ada yang salah di bagian akhir pada teoriku.

“Gelap lebih rapuh. Ia akan lenyap jika cahaya datang secara berlebihan, takkan menjadi keindahan seperti setitik cahaya dalam gelap “ ujarmu melanjutkan.

Aku membuka mataku, menatapmu yang sedang berbaring dan melihat ke atas, ke arah kunang kunang yang masih terbang di tempat yang sama dengan bagian belakang yang masih menyala.

“Gelap itu rapuh.. “ujarmu yang kemudian menatapku dengan seyum palsu. Senyum palsu yang kau buat masih untuk menutupi rasa kehilanganmu pada dober, kekasih terbaikmu, yang mungkin adalah setitik cahaya bagimu. Dan aku yakin, dober juga pasti merindukanmu, gelap yang membuat sinarnya menjadi lebih berarti. Mirip setitik cahaya dala gelap, yang mungkin berlawanan namun bisa berdampingan.


Komentar