Langsung ke konten utama

Berhenti Berfikir

  Belakangan ini saya mulai menganggap banyak orang yang gagal dalam berpikir, termasuk saya yang tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang jelas-jelas berstatus sebagai tersangka justru dibela oleh para pengikutnya, hingga ayahnya yang notabene seorang pemuka agama yang pastinya mempunyai nama baik dan tersohor dilingkungan tempat tinggalnya Minggu ini saya dibuat tidak habis pikir hingga gagal berpikir oleh berita pencabulan yang dilakukan disekolah yang notabene berbasis agama. Gilanya, yang melakukan pencabulan adalah anak seorang pemuka agama yang mungkin disegani diwilayah tersebut. Bahkan ada video yang beredar dimana pemuka agama tersebut meminta kepada polisi yang datang agar anaknya tidak ditangkap (lha ??). Keterkejutan saya tidak hanya sampai dititik itu. Beberapa hari kemudian diberitakan kalau kepolisian sampai harus mengepung pondok pesantren selama beberapa jam untuk melakukan penjemputan kepada tersangka, bahkan ada polisi yang sampai harus disiram air pan...

Pengakuan dan Pengampunan

 

Ada beberapa hal yang saya dapatkan tahun 2020. Saya menginstall quara, sebuah sosial media berupa pertanyaan dan jawaban mengenai hal-hal sehari-hari yang biasanya jawabannya berupa sharing/pengalaman hidup seseorang yang dibagikan disana.

Dan saya menemukan banyaknya masalah mengenai diri sendiri, dimana banyak orang yang sering struggle mengenai dirinya sendiri, membenci dirinya sendiri hingga ada yang bahkan pernah berniat bunuh diri. Entah, saya hanya merasa bahwa ternyata bukan saya saja yang mengalami masalah yang sama. Saya pernah ada di posisi membenci diri saya sendiri, bahkan sampai sekarang pun terkadang rasa benci itu masih suka datang.

Saya benci rambut saya dulu yang berwarna putih yang membuat saya terlihat berbeda hingga tidak jarang menjadi bahan bully, saya benci rambut saya yang bergelombang ini yang tidak bisa di apa-apain, saya benci pada diri saya yang tidak bisa egois saya benci dengan keadaan yang memaksa saya terus mengalah, saya benci diri saya ketika saya harus menelan bulat-bulat amarah say.

Dari berbagai tulisan yang saya baca, saya salut melihat seseorang yang mau mengakui dirinya secara utuh. Mengakui bahwa dirinya hanyalah mahluk lemah, bahwa dirinya mungkin cengeng, bahwa ia pernah di bully, pernah merasa kesepian dan tidak punya teman, pernah depresi, ingin bunuh diri, dan lain sebagainya.

Karena saya tidak..

Saya enggan terlihat lemah, saya enggan terlihat cenggeng, saya enggan menunjukkan kalau saya juga butuh ‘tempat sampah’, saya juga enggan untuk menunjukkan ekspresi saya ketika saya memang butuh waktu untuk bersedih.

Saya selalu menunjukkan bahwa saya baik

Saya bodo amat

Saya gak baperan

Gampang move on

Padahal ada kalanya saya tidak baik

Ada kalanya saya bersedih, ketika mengalami penolakan, ketika merasa tidak di terima oleh lingkungan tertentu, ketika saya merasa usaha saya tidak di hargai, atau mungkin yang belum lama saya alami ketika saya merasa di musuhi tanpa tahu alasan yang pasti.  

Menunjukkannya saja saya enggan, apalagi mensharingkannya.

Saya lebih suka menceritakan semua masalah pribadi saya dalam sebuah cerpen. Melampiaskannya, dan menyangkal bahwa cerita itu adalah mengenai saya. Saya yang pengecut, yang terdiri dari berbagai kekurangan yang tidak pernah saya akui dan terus menerus saya sangkal.

Pengampunan

Dari beberapa cerita dan sharing yang saya baca mengenai pengakuan diri, saya melihat bahwa pengampunan dan mencintai diri sendiri adalah cara terbaik untuk memperbaiki pola pikir yang salah ini.

Saya mungkin belum mengampuni diri saya ini secara utuh, tidak mencintai diri saya sendiri sehingga yang terjadi adalah kemarahan yang terpendam yang justru terus merusak saya

Saya ingin belajar mengampuni diri saya sendiri, belajar menerima keadaan yang mungkin menyesakkan, keadaan yang mungkin tidak baik, namun harus saya hadapi dan jalani.

Saya berterima kasih untuk mereka yang mau dengan berani dan gamblang mengakui diri mereka yang mungkin lemah di mata dunia, sesungguhnya bagi saya mereka jauh lebih kuat dibanding saya yang penakut ini.

Bagi saya, butuh keberanian ekstra untuk membuka ‘aib’ dan mengakui segala kekurangan yang pernah hinggap dalam diri. Mengakui bahwa masa lalu kita mungkin memang tidak baik, namun harus kita bereskan bukan di tutupi oleh waktu yang terus berjalan.

Di sini saya mau mengakui bahwa saya pernah sakit hati, pernah bersedih, sampai saya mempertanyakan pada diri sendiri, seberapa najis saya ini.


gbr : https://unsplash.com/photos/heSFq3NyGOY

https://www.wattpad.com/story/228930859-im-not-okay-but-thats-okay

Komentar